Minggu, 05 Agustus 2012

Romantisme Bulan Pegunungan


(Bobotsari, 1 Agustus 2012)


Malam ini kita bisa keluar
Memandangi bulan kemuning kebulatan
di atas ketinggian
Malam ini kita bisa berbagi kehangatan
Lewat segelas susu, derakan ranting terbakar, dan duduk yang berdekatan
Di bawah langit
berselimut bintang dan permadani neon kekuningan
Malam ini kita bisa bersyukur
Akan hawa dingin
dan kabut yang Tuhan luputkan
Malam ini kita dapat melebur bersama
dalam satu rasa dan tujuan yang sama
menyatukan hati dalam doa
agar Yang Kuasa menjaga sanak saudara di bawah sana
dan mengawasi langkah kita
Agar malam ini kehangatan persahabatan kita menang,
dan menjadi persenjataan kala surya esok menjelang
agar jadi perjuangan dan impian terwujudkan
Tapi malam ini adalah malam
yang kita pilih sendiri, bukan untuk menjadi malam “kita”
Dimana aku duduk merindukan langit
yang dulu menyaksikan kebersatuan kita
Dimana aku sendirian mencari sesuatu dalam hatimu,
yang sama ada dalam hatiku

Well then, Romantisme Bulan Pegunungan ditulis karena sebuah khayalan manis, angan-angan penulis supaya bisa pergi malam itu sama seseorang yang dimaksud, mendaki gunung bareng. Soalnya malam itu indah, bulannya nyaris purnama, banyak bintang. Di bawah aja indah, apalagi kalau dilihat dari ketinggian sana? Tapi sayangnya, semua cuma angan-angan belaka, karena nyatanya si penulis nggak kemana-mana, dia cuma duduk sendirian, liatin langit yang indah, dan keinget sama masa-masa indah, dan diam-diam dia bertanya-tanya, apa orang yang disebut di puisi itu juga lagi kangen sama masa-masa perjuangan dulu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar